Poros Indonesia, Jakarta – Pendidikan merupakan salah satu dimensi yang selalu menjadi perhatian khusus untuk publik. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2003, bab 2 pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional memiliki fungsi untuk membangun kemampuan, dan membentuk watak, serta peradaban yang bermartabat. Pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat juga menguraikan bahwa orientasi dan tujuan negara kesatuan republik Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Al-Quran surat al-‘Alaq ayat 1-5 jelas sekali menerangkan tentang perintah untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, bahkan Allah Swt menjanjikan akan meninggikan derajat orang-orang yang berpendidikan atau yang berpengatahuan sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Mujadalah; 11.
Kita ketahui bersama konsep Merdeka Belajar ini merupakan kebijakan terobosan yang dilakukan oleh menteri pendidikan, Nadiem Makarim, yang tujuannya adalah berkeinginan untuk mengembalikan otoritas pengelolaan pendidikan kepada sekolah atau satuan pendidikan itu sendiri dan pemerintah daerah. Otoritas pengelolaan pendidikan yang dimaksudkan adalah memberikan fleksibilitas kepada sekolah/ satuan pendidikan dan pemerintah daerah dalam merencanakan, melaksanakan serta mengevaluasi program-program pendidikan yang dilaksanakan di Sekolah dengan mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan merdeka belajar yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam usaha mecapai tujuan nasional pedidikan. Adapun tujuan utama dari Merdeka Belajar ini sebenarnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memiliki keunggulan dan daya saing dibandingkan dengan negara-negara lainnya, pada sisi lain tujuan dari Merdeka Belajar ini juga untuk meningkatkan kompetensi lulusan baik itu soft skill ataupun hard skill, hal ini agar siswa ataupun mahasiswa lebih sigap dan siap dalam menghadapi tuntutan dan tantangan zaman.
Mendikbud dalam satu kesempatan pernah berbicara seperti ini “Supaya anak-anak kita ketika keluar kampus/sekolah tidak tenggelam di laut terbuka, maka jangan hanya melatihnya di kolam renang saja, tapi ajaklah sesekali ia berlatih di laut terbuka”. Lalu, Mas Nediem mengemukakan hal yang lebih kompleks, yakni menstimulasi kolam renang menjadi sebuah tempat yang luasnya seperti laut, yaitu dengan mengubah bagian desainnya. Dengan ungkapan tersebut, dapat dipahami bahwa konsep merdeka belajar merupakan konsep yang menyiapkan para siswa maupun mahasiswa untuk menjadi pribadi yang siap dalam menghadapi berbagai badai yang bisa saja terjadi di lautan, dalam artian di lingkungan masyarakat maupun di dunia kerja.
Fenomena yang terjadi saat ini dengan adanya kebijakan penerapan Merdeka Belajar pada satuan pendidikan baik di level sekolah ataupun Perguruan Tinggi secara otomatis kurikulum berubah dan pastinya struktur kurikulum juga berubah sehingga berdampak pada beban kerja Guru berkurang, sehingga dikhawatirkan tidak dapat dibayarkan tunjangan profesi atau dana sertifikasi. Saat ini kreasi dan inovasi guru dalm mengajar tidak akan optimal mengingat masih terpangku dengan kewajiban megajar 24-40 jam artinya guru masih belum merdeka mengajar apabila regulasi belum dirubah. Oleh karena itu, impelemtasi kurikulum Merdeka Belajar harus juga menyesuaikan dengan perubahan regulasi terhadap proses pembelajaran di lapangan.
Dalam pendidikan Islam sebenarnya konsep merdeka belajar itu sudah ada bahkan sudah diterapkan hanya saja bagaimana kita mencermati dan menerapkannya, hal ini terbukti dengan perintah Allah Swt dalam surat al-‘Alaq dengan kata “Iqra” artinya perintah “membaca”. Budaya Baca menjadi salah satu barometer dalam mengukur kualitas sebuah bangsa, sehingga proses pendidikan tidak bisa lepas dari kegiatan membaca. Pada masa rasulullah Saw konsep ini juga suda terbukti diterapkan, hal ini terbukti Rasulullah mampu menjadikan lembaga pendidikan sebagai tempat yang menyenangkan dan merdeka dalam mengambil ‘itibar dan hikmah yang didapatkan oleh murid-muridnya yang kita kenal dengan sebutan para sahabat rasulullah pada saat itu, tentunnya begitu banyak metode dan pendekatan yang beliau terapkan seperti metode interaktif, dialogis, teladan, kisah dan bayak lainnya yang sifatnya fun learning. istilah “fun learning” saat ini semua stakeholder dan perangkat pedidikan mendambakan bahkan mencoba memformulasikan dengan berbagai format, dengan tujuan menginginkan adanya suasana belajar dan lingkungan belajar yang nyaman, smart dan saling percaya.
Rasulullah Saw bersabda melalui hadis-Nya “Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu” (HR. Bukhari dan Muslim)”. Hadis lain “Dari Abu Hurairah R.A, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda :“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)” berdasarkan kedua hadis ini dapat kita pahami bahwa Ilmu dalam hal ini pendidikan merupakan modal utama dalam megembangkan potensi dan menemukan jati diri baik manusia sebagai individu maupun Negara sebagai Pengayom dan menjamin kemerdekaan mendapatkan pendidikan itu sendiri. selajutnya pada hadis kedua menegaskan bahwa setiap anak yang dilahirkan kepermukaan bumi ini sudah diberikan potensi (fitrah) oleh sang pencipta, sangat tergantung pada lingkungan (empirisme), dan kemampuan mengembangkan diri (narulisme) untuk mendapatkan derajat yang mulia dalam menjalankan kehidupan. Dalam hal ini tidak ada istilah dikhotomi pendidikan dan kita perlu mengapresiasi langkah Mendikbud yang telah menghapus kelompok IPA-IPS dan Bahasa di tingkat SLTA, ini menunjukkah kita sudah kembali ke khitthahnya bahwa pendidikan itu sangat luas dan tidak terbatas oleh pendeskreditan potensi tertentu.
Kita harus menyadari bahwa Pendidikan Islam sangat menjunjung tinggi dengan potensi yang melekat pada manusia sebagaimana kita kenal dengan istilah “Konsep Fitrah Manusia”, sehingga Howard Gardner mempelopori teorinya dengan “Multiple Intelligences” yakni kecerdasan ganda, harus diyakini bahwa setiap anak memiliki potensi dan bakat yang berbeda, tugas guru dan pendidikan adalah bagaimana memfasilitasi agar potensi itu dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang ada pada individu tersebut, inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh konsep merdeka belajar dan pastinya sudah pernah terpraktekkan dalam Al-Quran dan Hadis sebagai rujukan umat Islam.
Saatnya kita mengembalikan khazanah pendidikan dan keilmuan sesuai dengan khitthahnya dan kita berharap konsep dan terobosan yang dilakukan oleh Mendikbud Nadiem Makarim dapat sukses dengan tujuan melahirkan generasi bangsa yang siap dengan segala tantatangan dan perubahan.
Oleh:
Dr. Saifullah Isri, S. Pd. I. MA
(Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh/ Pendiri Lentera Aceh Institut)